Saturday 26 March 2011

Belajar Kearifan dari Seorang Sopir Bus Kota


Menurut perkiraanku, dia sudah berusia sekitar 50-an. Dia selalu tersenyum dan menjawab setiap kali penumpang yang turun mengucapkan “thank you” kepadanya. Ketika dia melihat ada penumpang yang membawa barang berat, orang tua atau boogie bayi, serta merta dia menurunkan bagian depan bus sehingga mempermudah penumpang tersebut naik/turun. Begitulah Sang Sopir bus yang kutumpangi ini menikmati pekerjaan rutinnya dalam melayani penumpang. Barangkali karena memang sudah tugasnya, dia terlihat melakukannya dengan tanpa beban. Mungkin dia merasa jika tidak berlaku demikian bisa-bisa dia sudah dilaporkan dan dipecat dari pekerjaannya. Terlepas dari itu semua, menurutku sopir ini biasa saja, sama seperti sopir-sopir lainnya yang sedang melakukan tugas.

Namun rangkaian kejadian siang tadi membuat aku mengakui kearifan sopir bus yang kutumpangi. Kejadian pertama adalah di sebuah perhentian bus. Waktu itu serombongan anak muda telah memencet bel untuk memberitahu sopir bahwa mereka akan turun di perhentian di depan. Sang Sopirpun menepikan kendaraannya dan membukakan pintu. Anak-anak muda itupun satu per satu turun sambil mengucapkan “thank you” yang dijawab oleh Sang Sopir “no problem”. Namun begitu sampai ke anak terakhir, dia mengucapkan “thank you...f*ck you” dan disambut oleh tawa teman-temannya. Ingin tahu reaksi Sang Sopir, saya pun memandang kearah si sopir. Ternyata Sang Sopir tetap tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Menyadari saya sedang melihat kearahnya, Sang Sopirpun tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tidak kelihatan raut muka kesal ataupun marah dengan kejadian tersebut.

Setelah itu bus kembali meneruskan perjalanan. Akupun kembali asyik membaca e-mail dan berita-berita menarik lewat smartphoneku. Aku heran karena tiba-tiba bus kembali berhenti padahal  belum sampai ke perhentian berikutnya. Ternyata ada sebuah truk besar yang parkir di tengah jalan sambil membongkar muatan. Sebuah bus yang dikemudikan seorang perempuan paruh baya mencoba melewati truk tersebut namun terjepit antara truk dan kendaraan yang parkir di pinggir jalan. Hal ini menimbulkan antrian kendaraan pada kedua arah jalan dua lajur dua arah ini. Herannya tak satupun dari sopir kendaraan yang antri tersebut yang membunyikan klakson ataupun ngoceh dan berteriak-teriak. Padahal semua tahu bahwa penyebab kemacetan ini adalah karena sopir truk yang menghentikan kendaraannya di tengah jalan sambil membongkar muatan. Sopir yang kutumpangipun juga tidak mengeluarkan omelan sama sekali. Tetap tenang dan dengan sabar menunggu truk tersebut bergerak lebih menepi. Kru truk pun baru menepikan kendaraannya setelah pekerjaan bongkar muatnya selesai.

Kejadian berikutnya lebih seru lagi bahkan sampai beberapa penumpang mengeluarkan omelan. Dalam sebuah iring-iringan kendaraan berkecepatan sedang, sebuah sedan yang berada di depan bus memberi aba-aba akan menepi ke kiri. Sialnya, ternyata sedan tersebut bukannya menepi melainkan menghentikan kendaraannya secara mendadak ditengah jalan. Untuk menghindari tabrakan, sopir bus kamipun terpaksa menginjak rem secara mendadak. Beberapa penumpang sempat terhuyung kedepan dan berteriak sambil mengomeli sopir sedan yang berhenti mendadak di depan bus. Namun sopir bus kami tetap santai dan tidak mengeluarkan omelan sama sekali. Ketika dia menyadari aku sedang memperhatikan dia, diapun tersenyum sambil kembali menggelengkan kepalanya.

Entah apa makna gelengan kepalanya, tapi cukup menggambarkan bahwa sebenarnya dia juga tidak senang dengan kondisi yang dihadapinya. Yang menarik adalah sikap dia yang tidak mengeluarkan omelan atau meladeni kejadian-kejadian yang memprovokasinya. Barangkali dia berpikir bahwa orang yang bermartabat tidak seharusnya meladeni dan menunjukkan emosi secara berlebihan dan meladeni orang-orang tersebut. Jika dia meladeni mereka, maka dia pun tak ubahnya seperti mereka. Entah benar begitu yang dipikirkan Sang Sopir entah bukan. Satu hal yang pasti, sikap Sang Sopir yang tidak merespon tersebut menimbulkan simpatiku padanya. Aku tidak dapat membayangkan jika hal tersebut terjadi di kampung halamanku. Barangkali umpatan dan caci maki yang berhamburan. Lebih ganas lagi jika terdapat perlawanan dari kedua belah pihak, maka perkelahianpun tak terhindarkan. Namun dengan diamnya Sang Sopir, dia terlihat lebih berwibawa dan semua orang tahu bahwa dia memang tidak bersalah. Para penumpangpun menggelengkan kepala akan kelakuan anak muda, kru truk dan sopir sedan tadi.

Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah memberikan sebuah pelajaran berharga dalam perjalananku siang ini.

Newcastle upon Tyne, 25 Maret 2011