Wednesday, 15 September 2010

HANYA KARENA NAMA

“I have just been performing some maintenance to the website to remove spam emails that are sent during the submission period. The spam emails are easily recognisable as their first and last names in the user list are identical.  Although when checking each record of this type I noticed that yours was a genuine submission, I’m afraid I was on auto-pilot and deleted your record instead of passing it over. Could you please send your abstract again to both myself and Stephen Potter?”

Demikian bunyi sebuah e-mail yang kuterima pagi ini yang membuatku terperangah. Bagaimana tidak. Gara-gara namaku yang hanya terdiri dari satu kata ini, membuat abstrak paper yang kutulis untuk sebuah conference hampir saja tereliminasi. “The spam emails are easily recognisable as their first and last names in the user list are identical,” demikian bunyi kalimat yang menyakitkan itu. E-mail dari ku dianggap SPAM. Padahal e-mail itu aku kirim dari alamat e-mail resmi universitas yang menaungiku.

E-mail tersebut membuatku kembali merenungi nama yang diberikan kedua orang tuaku. Sudah menjadi kebiasaan di kampung halamanku di Ranah Minang, nama anak laki-laki biasanya hanya diberikan satu kata saja seperti Syafrizal, Novrizal, Afrizal dan rizal-rizal lainnya. Kalaupun ada yang dua kata, biasanya nama belakangnya bukanlah merupakan nama orang tuanya. Kedua orang tuaku memberiku nama Yosritzal, sebuah nama yang menurut mereka sangat bagus karena merujuk pada nama seorang pahlawan di negeri tetangga. Akupun senang manut saja dengan nama pemberian tersebut walaupun di kelas enam SD aku diberi kesempatan untuk merubah nama tersebut.

Nama ini ternyata merupakan nama favorit bagi kebanyakan orang tua di Ranah Minang. Seringkali aku menemui orang dengan nama yang sama dengan namaku dalam berbagai daftar nama. Bahkan ketika aku menginjak perguruan tinggi, terdapat tiga orang dengan nama yang sama denganku berada dalam satu kelas. Untungnya tidak persis sama. Meskipun dalam penyebutan memiliki kesamaan, namaku memiliki sebuah ciri huruf khusus yang membedakannya dengan nama lainnya. Sayangnya, karena huruf khusus ini pulalah, orang sering salah dalam menuliskan namaku. Seorang tenaga administrasi di sebuah rumah sakit menulis namaku dengan Yotrizal. Guru SMP ku memanggilku dengan panggilan Yosetrizal. Teman-temanku menulis namaku dengan tulisan Yostrizal dan dipanggil Yost. Walaupun demikian, aku bersyukur karena pada penulisan di seluruh dokumen resmi yang kumiliki, namaku ditulis dengan benar.

Kecuali masalah tersebut, belum ada masalah serius yang kuhadapi sampai aku menamatkan pendidikan sarjanaku. Masalah baru muncul ketika aku mulai mencoba-coba mengisi formulir pendaftaran ke universitas di luar negeri. Hampir semua pertanyaan mengenai data pribadi menanyakan nama depan dan nama belakang. Karena pada berbagai dokumen yang aku punyai dari Indonesia tidak ada nama belakangku, maka aku diminta untuk menuliskan namaku dua kali. Hal inilah yang menjadi ‘pangkal bala’ munculnya e-mail diatas.
Ini nama depan atau nama belakangmu? Bukan satu dua kali aku mendapat pertanyaan seperti ini. Ada juga yang menyangka aku salah dalam terlupa dalam menuliskan nama sehingga menulis nama yang sama pada bagian nama depan dan nama belakang. Untuk meyakinkan, merekapun bertanya, “Your surname is exactly same with your forename?” Merekapun tersenyum dan berusaha memaklumi bahwa ada satu bangsa tertentu yang hanya memiliki satu patah kata dalam namanya.

Ketika kuceritakan masalah tersebut kepada seorang teman dari Uni Emirat Arab, dia balik menanyakan arti namaku. Menurutnya, seorang muslim mestinya memiliki nama yang memiliki arti yang bagus. Nama yang bagus menurut Islam adalah nama yang mengandung doa atau harapan dari orang tua terhadap anaknya atau nama-nama Nabi. Bisa juga nama-nama Allah yang diberi awalan abdu seperti Abdullah yang berarti hamba Allah, Abdurrahman yang berarti hamba dari Yang Maha Pengasih (Allah) atau Abdu-abdu Asma’ul Husna lainnya. Sempat bingung untuk menjawabnya, sampai akhirnya sebuah ide muncul. Kukatakan padanya bahwa kata Ritzal dalam namaku itu berasal dari bahasa Arab ‘Rijal’ yang berarti Laki-laki, yang jika digabungkan dengan kata ad-dakwah bisa berarti seorang laki-laki yang berjuang untuk dakwah. Meskipun dia tersenyum, aku bisa memahami bahwa temanku itu sedang berusaha memaklumi kata-kataku. 

Tentunya masalah dengan nama ini tak hanya aku yang mengalaminya. Ada  banyak orang yang mendapat masalah akibat nama yang disandangnya. Tak perlulah rasanya menguraikan satu persatu orang yang bermasalah akibat namanya. Cukuplah penggalan kisahku diatas sebagai contohnya.

Ternyata memberikan nama tidak sesederhana yang dibayangkan. Tidak seperti ungkapan Shakespeare: Apalah Arti Sebuah Nama, nama yang diberikan ternyata berimplikasi nyata dalam kehidupan di pemilik nama. Aku tak hendak mengganti nama ini, namun aku mencoba mencari makna tersembunyi dari namaku yang dapat kujadikan sebagai cambuk untuk terus berusaha menggapai redha Ilahi. Semoga tidak ada lagi masalah yang kutemui gara-gara nama yang kumiliki.

Wallahua’lam.

Ritzal405

No comments:

Post a Comment