Saturday 4 December 2010

Antara Remembrance Day dan Pahlawan Nasional

Veteran bergaya setelah acara Rememberance Day

Siang itu, 11 November 2010, aku sedang berdiskusi dengan M, seorang rekan di Transport Operations Research Group (TORG) Newcastle University. Dia adalah salah seorang PhD Student asli British. Topik yang sedang dibahas adalah mengenai sebuah hasil riset yang di publish di sebuah jurnal on-line. Sedang asyik-asyiknya berdiskusi, datanglah seorang teman British lainnya yang mengingatkan bahwa sekarang sudah pukul 11.00 am. Tiba-tiba si M tadi memencet tombol CTRL-ALT-DEL di keyboardnya seolah-olah dia hendak mengunci komputernya dan kemudian diam membisu. Aku yang terkaget berusaha untuk bertanya, namun dia tidak menghiraukanku lagi. Akhirnya dengan penuh tanda tanya, aku kembali ke mejaku.  Apakah dia tersinggung dengan sikapku ketika berdiskusi tadi?
Aku masih belum bisa konsentrasi ke komputerku. Kupalingkan lagi wajahku menghadapnya. Dia masih membisu. Ya sudahlah, pikirku. Aku kembali berusaha focus ke bacaan yang sedang kubuka di layar monitor sambil sesekali mengetik resumenya. Lama-lama aku sadar, ternyata hanya suara ketikan monitorku saja yang menggema di ruangan itu. Ku amati satu persatu para mahasiswa di ruangan tersebut, tidak satupun yang bergerak. Kebetulan saat itu hanya teman-teman British saja yang berada di ruangan.
Setelah lewat beberapa saat, barulah kembali terdengar suara-suara disana-sini. Kulihat M tadipun juga sudah bergerak kembali. Karena penasaran, kuhampiri dia. Akhirnya diapun menjelaskan mengenai apa yang dilakukannya tadi. Katanya, setiap jam 11 tanggal 11 bulan 11, mereka berdiam selama dua menit untuk mengheningkan cipta dan mendoakan para arwah orang-orang yang telah mengorbankan jiwanya demi membela negaranya dimanapun mereka berada. Mereka mengenalnya dengan Remembrance Day. Tujuannya awalnya adalah untuk ensuring that people remember those who have given their lives for the freedom we enjoy today (maksudnya adalah para prajurit yang tewas dalam perang dunia I dan II). Namun pada perkembangannya, mereka juga mengenang semua prajurit yang meninggal di medan konflik terbaru seperti di Afganistan, Irak dan di manapun tentara Inggris ikut terlibat, tanpa mempertanyakan alasan keterlibatannya. Kelopak bunga Poppy dijadikan sebagai symbol remembrance day.
Aku terkesiap mendengar penjelasannya. Kemaren-nya adalah tanggal 10 November yang merupakan tanggal yang telah ditetapkan sebagai Hari Pahlawan di Negara Republik Indonesia. Aku ingat betul bahwa hari-hari sebelumnya, berbagai media tanah air memberitakan mengenai seleksi Pahlawan Nasional yang akhirnya memutuskan bahwa dari beberapa nama yang diseleksi, ada yang dinyatakan lulus jadi pahlawan nasional dan ada pula yang layak tapi belum waktunya.
Aneh, pikirku dalam hati. Kenapa seseorang adalah pahlawan atau tidak mesti diputuskan oleh segelintir orang? Kenapa juga orang berebut untuk menjadikan seseorang pahlawan? Tidak cukupkah bila orang-orang mengenang jasanya tanpa perlu menunggu keputusan pemerintah mengenai layak tidaknya dia jadi pahlawan?
Siapa yang tidak kenal Muhammad Natsir? Nama dan jasanya pasti akan selalu disebut dalam sejarah Negara Republik Indonesia. Tapi kenapa baru pada tahun 2008 bisa disebut sebagai Pahlawan Nasional? Begitu juga dengan Bung Tomo. Siapa yang tidak kenal beliau? Bahkan tanggal peristiwa 10 November 1945 yang kemudian setiap tahunnya diperingati sebagai hari Pahlawanpun tidak terlepas dari peranan beliau. Beliaupun baru diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 2008. Lain lagi kisah Syafrudin Prawiranegara, yang juga tak kalah besar jasanya selama zaman perjuangan kemerdekaan, bahkan sempat mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Malang baginya, sepanjang pengetahuanku, pemerintah masih belum rela mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional.
Timbul pertanyaan dalam diriku, haruskah pemerintah memutuskan untuk mengangkat atau tidak mengangkat seseorang sebagai Pahlawan Nasional? Apa keuntungan yang diperoleh seseorang yang ditetapkan sebagai Pahlawan? Apa yang akan dikatakan oleh para pahlawan atau calon pahlawan itu seandainya mereka dapat melihat, mendengar dan mengekspresikan perasaannya terhadap penilaian yang dilakukan?
Seandainya sejarah bisa ditulis apa adanya tanpa ada tendensi dari sipenulis, barangkali tidak diperlukan gelar pahlawan nasional sama sekali. Yang diperlukan hanyalah pengakuan atasnya sebagai pelaku sejarah. Cukuplah semua orang memahami bahwa orang-orang tertentu telah berjasa sesuai porsinya masing-masing bagi Negara ini dan kemudian mendoakan semoga Allah SWT menerima segala jasanya dan mengampuni segala kesalahan-kesalahannya. Sebagai manusia, para pahlawan mungkin saja punya ide, pikiran, dan tindakan bertentangan dengan keinginan penguasa dimasanya namun kemudian diadopsi oleh penguasa setelahnya atau sebaliknya, punya ide, gagasan dan perbuatan yang sesuai dengan pemerintah dimasanya namun belakangan dinilai menyimpang oleh penguasa berikutnya. Siapapun tidak akan pernah tahu niat yang terbersit dalam diri setiap pelaku sejarah. Biarlah Allah saja yang memutuskan apakah dia pahlawan atau tidak.
Kembali kepada teman tadi, katanya, orang British tidak peduli atas dasar apa para tentaranya tersebut bertempur. Yang penting adalah selagi dia berjuang atas nama Negara dan diperintah oleh penguasa yang syah, maka mereka adalah pahlawan. Mereka yang gugur layak untuk dikenang karena tentara tidak berhak mempertanyakan tugas yang diberikan kepadanya oleh pemerintahan yang syah yang telah dipilih secara demokratis.
Meskipun tidak sepenuhnya setuju atas apa yang disampaikannya, aku dapat merasakan bagaimana suasana hatinya dalam mengenang para tentara yang telah mengorbankan nyawanya demi ketenangan dan kedamaian yang dia rasakan saat ini. Semoga rakyat Indonesia tidak melupakan jasa para pahlawannya meskipun yang bersangkutan tidak/belum diakui sebagai pahlawan oleh pemrintah. Semoga Allah membalas segala jasa mereka yang telah berbuat kebaikan atas bangsa ini dan mengampuni segala salah dan khilafnya. (Ritzal405)

Tulisan ini sebelumnya dimuat di:

No comments:

Post a Comment