Monday 13 December 2010

Pro-Kontra Sistem Ranking dalam Pendidikan

Menarik menyimak diskusi hangat di milis Kibar (Keluarga Islam Indonesia Britania Raya) belakangan ini mengenai plus minus sistem pendidikan yang memberikan ranking dengan sistem pendidikan yang tidak memberikan ranking bagi siswa. Ada yang pro dan ada yang kontra. Yang pro beralasan bahwa sistem tersebut menimbulkan kompetisi sehingga masing-masing anak akan terdorong untuk berusaha sebaik-baiknya untuk menjadi yang terbaik. Sedangkan yang kontra beralasan bahwa pemberian ranking demikian ditengarai dapat menyebabkan kurangnya sikap menghargai antar siswa dimana anak yang tidak mendapat juara kurang mendapat penghargaan meskipun telah melakukan peningkatan yang cukup bagus.
Jika ditanya pendapat saya mengenai sistem ranking ini, tentu saya akan mengatakan bahwa sitem ini ada baik dan buruknya. Untuk sekedar berbagi, saya pernah punya pegalaman tidak mengenakkan akibat sistem ranking tersebut. Kebetulan saya selalu mendapat ranking terbaik di kelas dan di sekolah sejak di bangku SD sampai tamat SMA. Tentu saja saya senang mendapatkan ranking terbaik karena di samping mendapatkan penghargaan dan hadiah dari para guru, saya juga dapat membuat orang tua saya bangga. Namun ternyata tidak semua orang senang dengan keberhasilan saya. Beberapa teman merasa iri dan bersepakat untuk membuat ranking saya jatuh. Mereka menyusun rencana yang sungguh luar biasa untuk ukuran anak-anak yaitu: Pertama, mencuri buku catatan saya; Kedua, mengganggu konsentrasi saya ketika belajar dan Ketiga, memukul kepala saya berulang-ulang. Logikanya sangat sederhana, jika saya kehilangan catatan, maka saya tidak bisa mengulang pelajaran lagi. Dengan mengganggu konsentrasi saya ketika belajar, saya tidak akan dapat menangkap pelajaran dengan baik. Terakhir dengan memukul kepala saya, maka kemampuan otak saya untuk berpikir akan berkurang. Sungguh komprehensif. Saya mengetahui rencana ini karena mereka mendiskusikannya di dekat saya. Meskipun saya sudah mengetahui rencana tersebut, saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya tidak berani melawan karena mereka lebih tua (merupakan murid yang tinggal kelas), badannya besar-besar dan berasal dari keluarga yang cukup terpandang. Berkali-kali saya kehilangan catatan, berkali-kali pula konsentrasi belajar saya diganggu dan berkali-kali pula kepala saya mengalami pukulan. Ketika berusaha untuk mengadukan hal ini kepada guru, para guru malah menganggap saya mengada-ada karena tidak bisa membuktikannya. Kejadian ini baru berakhir setelah saya masuk SMA. Betul-betul pengalaman buruk yang membuat saya trauma.
Lalu apakah saya juara karena termotifasi oleh sistem ranking ini? Jawabannya tidak. Saya tidak pernah merasa termotifasi karena sistem ini. Cara belajar saya tetap sama bahkan cenderung malas. Saya lebih senang membaca sambil tiduran atau sambil berkebun. Kadang-kadang saya terpaksa belajar karena beberapa teman baik datang ke rumah dan minta diajari. Ujianpun saya lalui dengan biasa-biasa saja. Barulah pada saat pengumuman juara kelas atau juara sekolah, perasaan saya tak menentu. Teman-temanpun berkerubung disekitar saya dan menakut-nakuti bahwa saya tidak juara lagi kali ini. Bosan katanya mendengar yang juara selalu saya. Mereka ingin sekali-sekali mendengar nama orang lain yang dipanggil sebagai juara. Jantung sayapun berdebar dengan kencangnya, antara menyesal karena tidak belajar dengan baik dan keyakinan bahwa saya telah menjawab setiap soal ujian dengan baik. Karena tidak siap menghadapi pengumuman ini, kadang-kadang saya lebih memilih untuk tidak datang ke sekolah dan menitipkan pengambilan rapor ke orang lain. Ketika mengetahui bahwa saya masih juara seperti biasa, senangkah saya? Ternyata tidak juga. Perasaan saya tetap seperti biasa karena memang begitulah biasanya.
Kembali ke diskusi dalam milis yang mayoritas anggotanya merupakan warga Indonesia yang pernah tinggal untuk bekerja atau mengenyam pendidikan tinggi di UK diatas, yang menarik adalah adanya semacam kesepakatan bahwa sistem pendidikan yang mengutamakan nilai-nilai luhur lebih baik dari sistem pendidikan yang sekedar mengejar nilai angka. Bahkan inilah salah satu keunggulan pendidikan Indonesia yakni bertujuan menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa. Sayangnya tujuan ini mengalami distorsi dalam tataran operasionalnya. Pendidikan yang seharusnya menghasilkan manusia yang lebih mulia karena berilmu dan memiliki moralitas yang tinggi, justru berubah menjadi ajang kompetisi semu antara sesama pejabat, antar sekolah, dan antar kelas. Berbagai usaha dilakukan untuk memenangkan kompetisi semu tersebut. Salah satu faktanya adalah terungkapnya berbagai kebocoran soal ujian yang melibatkan berbagai pihak. Kompetisi semu ini sangat miskin ‘nilai-nilai’, kulit lebih diutamakan dari isi. Sekolah-sekolah berlomba mengadakan pelatihan kiat-kiat menghadapi ujian, atau membebankan sebagian tugasnya ke berbagai lembaga bimbingan belajar.
Saya teringat dengan pesan seorang Professor Emeritus dari salah satu perguruan tinggi di Sumatera. Ketika itu saya merupakan salah seorang peserta pelatihan Bahasa Inggris di universitas tersebut.  Salah satu tujuan pelatihan itu adalah agar para peserta mendapatkan skor TOEFL yang memenuhi syarat untuk diterima di perguruan tinggi luar negeri. Kami, para peserta, bingung karena sampai mendekati akhir masa pelatihan, peserta belum juga mendapatkan kiat-kiat bagaimana agar sukses dalam TOEFL. Sang Professor dengan tenang menjelaskan bahwa mereka tidak menyiapkan kami hanya untuk mencapai skor TOEFL tinggi, namun menyiapkan kami (para peserta) dengan kemampuan penguasaan Bahasa Inggris yang pasti akan sangat berguna bagi kehidupan kami. Beliau mengingatkan kami untuk jangan belajar hanya untuk TOEFL, tapi belajarlah untuk menguasai bahasa itu sendiri. Dengan kemampuan tersebut, kami akan siap menghadapi jenis test Bahasa Inggris yang manapun. Sungguh luar biasa. Sebuah pesan yang tidak dapat kami pahami saat itu, namun terasa sekali kebenarannya saat ini.
Menurut saya inilah sistem yang seharusnya diterapkan. Sistem yang tidak mengutamakan hasil ujian semata, namun sistem yang lebih menghargai proses. Para peserta didik dididik menguasai ilmu itu sendiri tanpa dibebani untuk mencapai skor tertentu. Setiap orang diberikan penghargaan atas setiap capaian baik yang dia peroleh dan mendapatkan perhatian dibagian yang masih perlu peningkatan tanpa perlu dibandingkan dengan orang lain secara terbuka. Moralitas anak-anak didik dijaga agar tetap jujur dan yakin dengan kemampuan diri sendiri. Ujian dilakukan bukan untuk mem-vonis peserta didik melainkan untuk mengevaluasi kinerja guru, mengevaluasi efektifitas teknik yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar serta menyiapkan strategi lanjutan untuk meningkatkan penguasaan peserta didik. Bahwa dikemudian hari peserta didik harus menghadapi ujian tertentu, tidak akan mengapa. Karena mereka sudah memperoleh segala jurus untuk menaklukkannya. Wallahua’lam. (Ritzal405).

Tulisan ini dimuat di:

Saturday 4 December 2010

Antara Remembrance Day dan Pahlawan Nasional

Veteran bergaya setelah acara Rememberance Day

Siang itu, 11 November 2010, aku sedang berdiskusi dengan M, seorang rekan di Transport Operations Research Group (TORG) Newcastle University. Dia adalah salah seorang PhD Student asli British. Topik yang sedang dibahas adalah mengenai sebuah hasil riset yang di publish di sebuah jurnal on-line. Sedang asyik-asyiknya berdiskusi, datanglah seorang teman British lainnya yang mengingatkan bahwa sekarang sudah pukul 11.00 am. Tiba-tiba si M tadi memencet tombol CTRL-ALT-DEL di keyboardnya seolah-olah dia hendak mengunci komputernya dan kemudian diam membisu. Aku yang terkaget berusaha untuk bertanya, namun dia tidak menghiraukanku lagi. Akhirnya dengan penuh tanda tanya, aku kembali ke mejaku.  Apakah dia tersinggung dengan sikapku ketika berdiskusi tadi?
Aku masih belum bisa konsentrasi ke komputerku. Kupalingkan lagi wajahku menghadapnya. Dia masih membisu. Ya sudahlah, pikirku. Aku kembali berusaha focus ke bacaan yang sedang kubuka di layar monitor sambil sesekali mengetik resumenya. Lama-lama aku sadar, ternyata hanya suara ketikan monitorku saja yang menggema di ruangan itu. Ku amati satu persatu para mahasiswa di ruangan tersebut, tidak satupun yang bergerak. Kebetulan saat itu hanya teman-teman British saja yang berada di ruangan.
Setelah lewat beberapa saat, barulah kembali terdengar suara-suara disana-sini. Kulihat M tadipun juga sudah bergerak kembali. Karena penasaran, kuhampiri dia. Akhirnya diapun menjelaskan mengenai apa yang dilakukannya tadi. Katanya, setiap jam 11 tanggal 11 bulan 11, mereka berdiam selama dua menit untuk mengheningkan cipta dan mendoakan para arwah orang-orang yang telah mengorbankan jiwanya demi membela negaranya dimanapun mereka berada. Mereka mengenalnya dengan Remembrance Day. Tujuannya awalnya adalah untuk ensuring that people remember those who have given their lives for the freedom we enjoy today (maksudnya adalah para prajurit yang tewas dalam perang dunia I dan II). Namun pada perkembangannya, mereka juga mengenang semua prajurit yang meninggal di medan konflik terbaru seperti di Afganistan, Irak dan di manapun tentara Inggris ikut terlibat, tanpa mempertanyakan alasan keterlibatannya. Kelopak bunga Poppy dijadikan sebagai symbol remembrance day.
Aku terkesiap mendengar penjelasannya. Kemaren-nya adalah tanggal 10 November yang merupakan tanggal yang telah ditetapkan sebagai Hari Pahlawan di Negara Republik Indonesia. Aku ingat betul bahwa hari-hari sebelumnya, berbagai media tanah air memberitakan mengenai seleksi Pahlawan Nasional yang akhirnya memutuskan bahwa dari beberapa nama yang diseleksi, ada yang dinyatakan lulus jadi pahlawan nasional dan ada pula yang layak tapi belum waktunya.
Aneh, pikirku dalam hati. Kenapa seseorang adalah pahlawan atau tidak mesti diputuskan oleh segelintir orang? Kenapa juga orang berebut untuk menjadikan seseorang pahlawan? Tidak cukupkah bila orang-orang mengenang jasanya tanpa perlu menunggu keputusan pemerintah mengenai layak tidaknya dia jadi pahlawan?
Siapa yang tidak kenal Muhammad Natsir? Nama dan jasanya pasti akan selalu disebut dalam sejarah Negara Republik Indonesia. Tapi kenapa baru pada tahun 2008 bisa disebut sebagai Pahlawan Nasional? Begitu juga dengan Bung Tomo. Siapa yang tidak kenal beliau? Bahkan tanggal peristiwa 10 November 1945 yang kemudian setiap tahunnya diperingati sebagai hari Pahlawanpun tidak terlepas dari peranan beliau. Beliaupun baru diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 2008. Lain lagi kisah Syafrudin Prawiranegara, yang juga tak kalah besar jasanya selama zaman perjuangan kemerdekaan, bahkan sempat mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Malang baginya, sepanjang pengetahuanku, pemerintah masih belum rela mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional.
Timbul pertanyaan dalam diriku, haruskah pemerintah memutuskan untuk mengangkat atau tidak mengangkat seseorang sebagai Pahlawan Nasional? Apa keuntungan yang diperoleh seseorang yang ditetapkan sebagai Pahlawan? Apa yang akan dikatakan oleh para pahlawan atau calon pahlawan itu seandainya mereka dapat melihat, mendengar dan mengekspresikan perasaannya terhadap penilaian yang dilakukan?
Seandainya sejarah bisa ditulis apa adanya tanpa ada tendensi dari sipenulis, barangkali tidak diperlukan gelar pahlawan nasional sama sekali. Yang diperlukan hanyalah pengakuan atasnya sebagai pelaku sejarah. Cukuplah semua orang memahami bahwa orang-orang tertentu telah berjasa sesuai porsinya masing-masing bagi Negara ini dan kemudian mendoakan semoga Allah SWT menerima segala jasanya dan mengampuni segala kesalahan-kesalahannya. Sebagai manusia, para pahlawan mungkin saja punya ide, pikiran, dan tindakan bertentangan dengan keinginan penguasa dimasanya namun kemudian diadopsi oleh penguasa setelahnya atau sebaliknya, punya ide, gagasan dan perbuatan yang sesuai dengan pemerintah dimasanya namun belakangan dinilai menyimpang oleh penguasa berikutnya. Siapapun tidak akan pernah tahu niat yang terbersit dalam diri setiap pelaku sejarah. Biarlah Allah saja yang memutuskan apakah dia pahlawan atau tidak.
Kembali kepada teman tadi, katanya, orang British tidak peduli atas dasar apa para tentaranya tersebut bertempur. Yang penting adalah selagi dia berjuang atas nama Negara dan diperintah oleh penguasa yang syah, maka mereka adalah pahlawan. Mereka yang gugur layak untuk dikenang karena tentara tidak berhak mempertanyakan tugas yang diberikan kepadanya oleh pemerintahan yang syah yang telah dipilih secara demokratis.
Meskipun tidak sepenuhnya setuju atas apa yang disampaikannya, aku dapat merasakan bagaimana suasana hatinya dalam mengenang para tentara yang telah mengorbankan nyawanya demi ketenangan dan kedamaian yang dia rasakan saat ini. Semoga rakyat Indonesia tidak melupakan jasa para pahlawannya meskipun yang bersangkutan tidak/belum diakui sebagai pahlawan oleh pemrintah. Semoga Allah membalas segala jasa mereka yang telah berbuat kebaikan atas bangsa ini dan mengampuni segala salah dan khilafnya. (Ritzal405)

Tulisan ini sebelumnya dimuat di:

Thursday 18 November 2010

Happy Eid ul-Adha Mubarak 1431 H

Melalui blog ini, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Eidul Adha 1431 H, Taqobbalallahu minna wa minkum. Taqobbal yaa kariim. Meskipun tidak dapat menyaksikan kegiatan penyembelihan hewan kurban seperti di tanah air, namun perayaan Eidul Adha di Newcastle kali ini cukup berkesan. Kesan pertama adalah karena pada malam sebelumnya, sang istri tercinta telah membuat rendang Padang, masakan khas setiap bulan baik (Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha) di kampung halaman. Kesan kedua adalah karena pada hari H suhu drop sampai satu derajat dibawah 0 sehingga membekukan embun di permukaan jalan, kaca-kaca mobil dan rerumputan. Tak kalah menarik adalah kesan ketiga, yakni menikmati Samosa, buah-buahan dan minuman ringan gratis di lokasi pelaksanaan shalat Eid.

Sebelumnya saya bukanlah orang yang sangat menyukai masakan rendang. Namun entah kenapa, tiba-tiba saja merindukan masakan khas Padang tersebut. Perjuangan mendapatkan masakannya tidaklah mudah. Pertama mesti menaklukkan hati Istri tercinta untuk bersedia memasaknya. Kedua mencari bahan-bahannya. Ternyata kelapa kaleng yang biasanya ada di toko-toko China, pada saat itu susah sekali didapatkan. Alhamdulillah ditemukan juga satu toko yang masih punya persediaan kelapa tersebut. Jadilah kami memborong semua kelapa yang ada tersebut. Sore harinya, saya mencari toko halal yang menjual daging sapi. Malangnya, dari empat toko halal yang dimasuki, tak satupun yang masih punya persediaan daging sapi. Salah satu toko menjanjikan bahwa esok hari akan datang stok baru. Alhamdulillah, akhirnya juga bisa didapatkan keesokan harinya. Ketiga, kesibukan memasaknya. Ternyata butuh kesabaran yang tinggi untuk bisa menghasilkan rendang dengan kualitas baik. Sudah lima jam memasak, masih belum juga kering seperti yang diharapkan. Setelah masak, kami istirahat sebentar untuk kemudian menyantapnya. Malangnya, ternyata rendang tersebut telah membeku kembali karena dinginnya suhu udara saat itu.

Pagi harinya, kami berangkat ke Eldon Square Sport Center, tempat biasanya kegiatan shalat Eid dilaksanakan. Dinginnya suhu menusuk tulang. Jalananpun menjadi licin karena tertutup lapisan es. Syauqi, anak kedua kami pun berkali-kali terjatuh. Kebetulan dia masih menggunakan sepatu yang biasa dipakai di musim panas. Hal ini menjadi alasan kuat baginya untuk minta dibelikan sepatu baru untuk winter. Alhamdulillah, selepas shalat Eid, keinginannyapun kami kabulkan. Sebuah sepatu khusu winter baru pun akhirnya terpasang dikakinya menggantikan sepatu yang dipakai tadi pagi.

Shalat Eid berlangsung tepat waktu yakni 15 menit setelah matahari terbit. Jamaah kali ini cukup rame, bahkan lebih rame daripada ketika shalat Eidul Fitri dua bulan lalu. Mungkin karena pada saat Eidul Fitri banyak mahasiswa baru yang belum datang sementara yang sudah selesai kuliahnya sudah buru-buru pulang kembali ke tanah air masing-masing. Selepas shalat Eid, para jamaah pun dipersilahkan menikmati makanan ringan seperti samosa, buah dan minuman ringan. Nada, anak kami yang pertama, tadinya menolak memakan samosa tersebut, namun begitu dicoba, akhirnya dia minta lagi karena rasanya enak katanya. Komentar yang sama juga datang dari teman-teman anggota PPI-Newcastle seperti Mas Hanif, Mba Desta dan Mas Pandu. Sudahlah enak, gratis lagi..hehehe.

Untuk berbagi cerita dengan teman-teman di tanah air dan dimanapun berada, berita mengenai pelaksanaan Eidul Adha di Newcastle saya tulis dan kirimkan ke Eramuslim.com dan Hidayatullah.com. Alhamdulillah dimuat. Berikut adalah linknya:

http://www.eramuslim.com/berita/silaturrahim/muslim-di-newcastle-rayakan-eidul-adha-1431-h.htm

http://www.hidayatullah.com/cermin-a-features/jalan-jalan/14214-mengikuti-perayaan-idul-adha-di-newcastle-

Semoga bermanfaat. [ritzal405]

Sunday 31 October 2010

British Summer Time (Kegagalanku membawaku mengenalmu)

Hari ini Minggu tanggal 31 Oktober 2010 merupakan akhir British Summer Time untuk tahun ini. Berakhirnya summer time ini, berarti setiap jam di Inggris mesti diputar satu jam kebelakang. Jika saat ini jam 06.00 pagi, maka setelah dimundurkan satu jam akan menjadi jam 05.00. Dengan demikian, beda waktu dengan Indonesia yang pada summer time adalah 6 jam kembali berubah menjadi 7 jam.

Saya mengenal British Summer Time ini melalui sebuah pengalaman pahit, gagal dalam wawancara langsung lewat Telepon dengan Ulster University untuk sebuah proyek penelitian PhD. Sebetulnya hal itu tidak murni kesalahan saya juga, karena undangan yang mereka sampaikan adalah bahwa "wawancara akan dilaksanakan pada pukul 09.00 BST atau sekitar pukul 16.00 waktu ditempatmu." Karena waktu itu saya belum paham dengan BST, maka saya berpatokan bahwa wawancara akan dilaksanakan pada pukul 16.00.

Peristiwa tersebut terjadi dua tahun lalu, tepatnya pada bulan September 2008. Saat itu saya masih aktif mengajar di Jurusan Teknik SIpil, Universitas Andalas. Saya membaca lowongan PhD studenship dari seorang Professor di Ulster University. Karena bidang kerjanya sesuai dengan yang saya inginkan, maka saya mengajukan lamaran. Tidak berapa lama kemudian, saya dinyatakan masuk dalam shortlist untuk di wawancara. Wawancara akan dilakukan melalui telepon pada hari dan tanggal yang disepakati. Ulster University menawarkan jadwalnya dan saya menyanggupinya. Seperti yang telah saya sebutkan diatas, jadwal wawancara adalah pada pukul 09.00 BST atau sekitar pukul 16.00 di Indonesia Bagian Barat.

Pada hari H, saya berusaha mempersiapkan diri dengan baik. Seluruh berkas yang sekiranya diperlukan sudah saya kantongi. Handphone sudah stand by dan meja diruangan saya sudah dikondisikan dengan baik. Jadwal mengajar sudah selesai. Hanya satu hal yang belum, yaitu mengantar proposal penelitian ke lembaga penelitian (LP). Jarum jam baru menunjukkan jam 14.00. Artinya masih ada sisa waktu sekitar dua jam sebelum wawancara. Saya pikir, perjalanan ke LP akan membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, jadi cukuplah untuk sekedar mengantar proposal dan selanjutnya bersiap-siap wawancara. Akhirnya berangkalah saya ke LP dengan berjalan kaki.

Selesai urusan di LP, waktu sudah menunjukkan pukul 14.50. Karena khawatir telambat, maka saya balik kembali ke ruangan kantor saya dengan menggunakan bus kampus. Ditengah perjalanan, Hp saya berbunyi. Nomor yang menghubungi "unknown". Ketika saya angkat, ternyata itu adalah suara sang professor yang memperkenalkan diri dan mencoba memastikan saya sebagai penerima telepon. Saya berpikir, sudah pasti saya tidak akan dapat mendengar dengan baik di dalam bus ini. Dengan kemampuan Bahasa Inggris alakadarnya, saya yakin tidak mudah bagi saya untuk memahami maksud si pewawancara. Lagipula, segala bahan yang hendak digunakan masih berada di kantor. Akhirnya saya sampaikan bahwa saya masih berada di  kendaraan dan minta mereka menghubungi saya lagi 5 menit ke depan. Saat menyampaikan hal itu, saya sudah pesimis mereka akan menelpon kembali.

Namun ternyata, 5 menit kemudian HP saya kembali berbunyi. Saat itu saya sudah dekat ke ruangan saya. Ketika saya angkat, ternyata suara tersebut benar-benar dari Professor tsb. Dengan berlari, saya berusaha agar ketika beliau mulai menanya, saya sudah berada di ruangan dan sudah siap dengan bahan-bahan yang disiapkan. Malangnya, entah karena kaget dan berlari tadi, nafas saya jadi sesak dan sulit untuk berkonsentrasi. Belum habis keterkejutan saya, muncul lagi satu problem yang sebelumnya meleset dari perhitungan saya yaitu rendahnya kualitas sinyal. Ternyata sinyal HP di ruangan saya lebih lemah dari ditempat lainnya. Akibatnya tak satupun pembicaraan dari pewawancara yang bisa saya pahami kecuali bagian introductionnya saja. Apa yang bisa saya jawab jika pertanyaan saja tidak dapat dipahami dengan baik? Akhirnya saya putuskan untuk menjawab berdasarkan intuisi saya saja mengenai pertanyaannya. Meskipun demikian, wawancara tetap berjalan selama satu jam sampai kuping memerah dan perih.

Seperti sudah diduga, hasilnya saya dinyatakan tidak diterima dan seperti biasa, mereka mendoakan saya untuk selalu sukses dalam usaha melanjutkan studi.

Demikianlah sekelumit kisah saya yang akhirnya membuat saya mencari tahu tentang apa itu BST. Kenapa mereka menghubungi saya satu jam lebih awa dari yang mereka janjikan. Kenapa dulu seingat saya siaran BBC London pada pukul 00.00 waktu Geenwich yang dengan setia ditunggu oleh Bapak saya selalu jatuh pada jam 07.00 pagi? Semoga dikesempatan lain bisa saya uraikan sedikit mengenai BST tersebut. (Ritzal405)

Friday 29 October 2010

Masyarakat Indonesia di Inggris Raya Laksanakan Temu Akbar

Ketua Kibar dan Bpk. Muhammad Fauzil Adhim bersama sebagian peserta KAG-2010 (Doc. Endarko)
Masyarakat Muslim Indonesia di Inggris Raya baru-baru ini melakukan temu akbar yang diberi nama Kibar Autumn Gathering 2010 (KAG-2010). Kegiatan ini merupakan agenda rutin dua kali setahun dari Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (KIBAR) yang merupakan organisasi yang menghimpun perkumpulan pengajian Indonesia di berbagai kota di Inggris.
Yosritzal, Ketua KIBAR periode 2010-2011, sedang memberikan kata sambutan (Doc. Fahren)
Muhammad Fauzil Adhim didampingi moderator Rizal Yaya (Doc. Ritzal405)
Acara ini dibuka secara resmi oleh Ketua Kibar, Yosritzal. Dalam sambutannya mahasiswa PhD dari Newcastle University ini menyatakan bahwa tujuan diangkatkannya acara KAG-2010 ini adalah untuk menjalin silaturrahim diantara para warga Muslim Indonesia di UK sambil menimba ilmu dari para nara sumber yang diundang oleh panitia. Tema sentral dari kegiatan ini adalah membangkit peradaban Islam melalui keluarga Muslim yang kuat. Tema ini merupakan kelanjutan dari tema-tema Kibar Gathering yakni Bangkitnya Peradaban Islam. Kalau pada gathering sebelumnya lebih banyak memfokuskan pada nostalgia kejayaan Islam masa lalu dan perdebatan seputar definisi peradaban Islam dan Budaya Islam, maka pada gathering kali ini, tema tersebut digerakkan selangkah lebih maju kepada upaya nyata dalam membangkit peradaban tersebut melalui penguatan keluarga Muslim.
Untuk mencairkan suasana dan sebagai ajang untuk saling berkenalan dengan sesama warga Kibar, maka diadakanlah kegiatan Ice Breaking and Family Fun Games. Acara yang dipandu oleh Dono Widiatmoko, staf Dosen di Salford University. Acara ini benar-benar mampu memecah kekakuan dan siap menerima materi yang akan disampaikan oleh para pembicara pada sesi berikutnya.
Sebagian Peserta Pria berfoto bersama Ketua KIBAR dan Bpk. Muhammad Fauzil Adhim
Acara ini menghadirkan Ustadz Muhammad Faudzil Adhim, pengarang buku best seller “Kupinang Engkau dengan Hamdalah” dan berbagai buku mengenai kado pernikahan dan parenting. Dalam ulasan materinya, Ustadz FaudzilAdhim menjelaskan bahwa untuk peradaban Islam bisa terwujud jika keluarga Muslim itu kuat. Membangkit peradaban Islam tidak bisa dilakukan secara instan. Peradaban Islam tidak akan terwujud jika setiap anak tidak dididik untuk menjadi seorang Muslim yang taat.
Nanung Danardono didampingi Moderator Diky (Doc. Ritzal405)
Nanung Danardono, staff Balai POM MUI Yogyakarta yang sekarang sedang menjalani study PhD di Galsgow tampil sebagai pembicara kedua dengan membawa topik seputar penyembelihan menurut Islam dan Barat, mana yang lebih beradab? Menurut beliau, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Professor dari Jerman, ternyata penyembelihan menurut Islam sangat sehat karena darah tidak tersimpan dalam tubuh sehingga daging tahan lebih lama. Selain itu, grafik dari alat pengukuran ekspresi otak atas kesakitan, hewan yang disembelih secara Islam juga tidak menunjukkan kesakitan sama sekali.
Hendri Luki sedang membacakan biodata Ustadz Mahmud Kurdi (Doc. Betty)
Ustadz Mahmud Kurdi, Pimpinan Muslim Welfare House Newcastle yang juga pembicara pada KAG-2010 ini menyatakan bahwa seorang Muslim harus berdakwah karena dengan berdakwah tersebut dirinya juga termotivasi untuk terus belajar dan memperbaiki dirinya. Warga Inggris asal Libanon ini berpendapat bahwa Islam phobia yang melanda Barat disebabkan oleh ketidak tahuan mereka akan ajaran Islam. Adalah kewajiban ummat Islam sendiri untuk menjelaskan Islam kepada mereka sehingga mereka tercerahkan. Fakta menunjukkan bahwa setelah berbagai peristiwa yang menyakitkan ummat Islam seperti pembakaran Al-Quran dan pembuatan kartun Nabi Muhammad, terdapat kecenderungan yang tinggi di masyarakat Barat untuk mengkaji Islam. Tidak sedikit diantara mereka yang akhirnya memeluk agama Islam setelah peristiwa tersebut.
Dari kiri ke kanan: Iswandaru Widyatmoko, Asyari Usman, Bernardi Pranggono dan Ali Syofyan (Doc. Betty)
Sementara itu, Asyari Usman, wartawan senior BBC, dalam dialog mengenai kiat sukses bekerja di UK menyatakan bahwa dari tahun ke tahun, sangat terasa perbedaan perlakuan terhadap muslim di UK. Pada akhir tahun 80-an saat beliau pertama bekerja di BBC, sangat susah sekali mencari tempat untuk shalat. Seorang koleganya asal Makassar waktu itu sholat di antara mesin fotokopi dan keranjang sampah di satu ruangan editing.
Dalam perkembangan akhir-akhir ini, teman asal Arab dan Somalia memberanikan diri datang kepada manajemen untuk mengungkapkan keperluan ruangan sholat bagi para staf Muslim. Saat ini, menurut pria asal Sumatera Utara tersebut, sudah jauh lebih kondusif. Sebuah ruangan yang cukup untuk digunakan sholat harian dan sholat Jum’at sudah disediakan untuk merka. Bahkan, disediakan juga satu ruangan yang sama besarnya untuk staf Muslimah
Hal senada juga disampaikan oleh panelis lainnya yaitu Bernardi Pranggono, dan Ali Syofyan, keduanya doktor lulusan universitas ternama di UK dan menapaki karir di UK sebagai pekerja professional. Menurut mereka, kesempatan beribadah di tempat kerja sekarang sudah lebih mudah.
Operet anak-anak (Doc. Betty)
Selain seminar dan diskusi, KAG-2010 ini juga dimeriahkan dengan penampilan operet anak Al-Imanu Kidz dan lomba kreasi anak seperti lomba foto, lomba story telling dan lomba kreasi dari karton bekas. Al-Imanu Kidz adalah sebutan untuk kelompok pengajian anak di Newcastle yang diasuh oleh Fitria Heny, seorang Dokter yang saat ini sedang mendampingi suaminya yang sedang tugas belajar di UK. Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) London pun ikut berpartisipasi dalam acara tersebut dengan membuka layanan konsultasi seperti perpanjangan paspor dan lapor diri bagi warga Indonesia yang baru datang ke UK.
Suasana kegiatan anak pada acara KAG-2010 (Doc. Endarko)

Salah satu stand bazar (Doc. Endarko)
Acara KAG-2010 ditutup oleh Bapak Dwi Kurnia Indrana Miftach (Minister Counsellor) mewakili Duta Besar Indonesia untuk Inggris dan Irlandia yang berhalangan hadir dan dilanjutkan dengan bazaar makanan khas Indonesia. (Ritzal405)

Saturday 18 September 2010

GEORDIE

Geordies keluar dari St. James Park Stadium setelah pertandingan.
Kita bisa tahu hasil pertandingan dengan melihat ekspresi wajah-wajah mereka.
Pertamakali bertemu dan berbicara dengan bule di Newcastle, membuat ku frustasi. Bahasa Inggris yang sudah ku pelajari selama puluhan tahun seperti tak berbekas sama sekali. Hanya beberapa patah kata saja yang ku mengerti. Ku piker, karena bule ini adalah bule Inggris asli dan berada di tanah Inggris juga, maka pastilah ini Bahasa Inggris yang sebenarnya. Pengajar di negeri asal ku kurang tepat dalam menjelaskan cara pengucapan kata per kata. Bayangan kesulitan menghadapi perkuliahan disini menghantui pemikiranku.

Wednesday 15 September 2010

HANYA KARENA NAMA

“I have just been performing some maintenance to the website to remove spam emails that are sent during the submission period. The spam emails are easily recognisable as their first and last names in the user list are identical.  Although when checking each record of this type I noticed that yours was a genuine submission, I’m afraid I was on auto-pilot and deleted your record instead of passing it over. Could you please send your abstract again to both myself and Stephen Potter?”

Demikian bunyi sebuah e-mail yang kuterima pagi ini yang membuatku terperangah. Bagaimana tidak. Gara-gara namaku yang hanya terdiri dari satu kata ini, membuat abstrak paper yang kutulis untuk sebuah conference hampir saja tereliminasi. “The spam emails are easily recognisable as their first and last names in the user list are identical,” demikian bunyi kalimat yang menyakitkan itu. E-mail dari ku dianggap SPAM. Padahal e-mail itu aku kirim dari alamat e-mail resmi universitas yang menaungiku.

Sunday 5 September 2010

PhD is not only about research

PhD is not only about reserach...begitulah suatu hari seorang teman menasehatiku. Dia menyarakan agar aku tidak hanya terpaku pada riset dan berpedoman kepada handbook yang diberikan. Namun lebih dari itu, dia menyarakan agar aku belajar dari pengalaman PhD student terdahulu, terutama yang berada pada bidang riset yang sama, supervisor yang sama dan kampus/kota yang sama. Menurutnya, sebagian besar dari permasalahan penyelesaian study PhD itu justru berada pada hal-hal di luar dari riset itu sendiri. "Waktu tiga tahuan yang disediakan untuk penyelesaian riset PhD itu sudah lebih dari cukup jika tidak ada hal lain yang mempengaruhi. Tapi betapa banyak kita saksikan PhD student menghabiskan waktu lebih lama bahkan sampai diberhentikan karena risetnya tidak kunjung selesai. Kamu mesti berhati-hati." demikian dia menegaskan. Sungguh aku tak mengerti, walau telah ia jelaskan dengan demikian gamblang, bahwa ada banyak hal yang mempengaruhi capaian seseorang dalam menggapai gelar akademik tersebut. Bagiku riset yang sedang kuhadapi saja sudah cukup membuatku kewalahan.

Sunday 29 August 2010

Selamat Datang Autum

Di penghujung musim panas ini, suasana dingin sudah mulai menusuk tulang. Padahal suhu rata-rata masih sekitar 18 derajat Celcius. Mungkinkah karena sudah terbiasa dengan suhu diatas 20 derajat Celcius dalam tiga bulan terakhir? Tidak juga, karena variasi suhu selama musim panas cukup besar. Kadang bisa mencapai 23 derajat Celcius namun tak jarang juga drop sampai mencapai 9 derajat Celcius. Yang lebih parah lagi adalah variasi suhu tersebut bisa terjadi pada hari yang sama. Kalau sudah begini, sungguh menggelikan melihat banyak orang yang salah kostum beredar di jalanan.

Pagi ini suhu sekitar 14 derajat Celcius. Cukup sejuk di kulit. Hm...jadi teringat pengalaman di Puncak Gunung Sago beberapa tahun yang lalu. Ketika itu aku beserta beberapa orang teman sedang melakukan pendakian ke puncak Gunung Sago yang terkenal tebing-tebingnya yang curam. Karena terlalu cepat naik, maka kami sudah mencapai puncak sebelum tengah malam. Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat di puncak tersebut sambil menunggu pagi. Tidak disangka, tiba-tiba turun hujan dengan derasnya dan anginpun bertiup dengan sangat kencang. Namun mungkin karena kelelahan, hal itu tidak mengusik tidur kami sedikitpun. Sekitar pukul 03.00 dini hari, aku terbangun karena teriakan teman-teman yang membangunkan kami dan mengajak segera mencari perlindungan. Ketika itulah baru kurasakan bahwa ternyata beberapa bagian tubuhku sudah memucat dan badanpun menggigil. Sungguh susana yang tidak mengenakkan sama sekali. Beberapa teman mencoba menghidupkan api, namun tidak berhasil karena lebatnya hujan dan kencangnya angin. Dengan pertimbangan hari masih gelap dan kebetulan baterai senter yang kami miliki sudah terkuras habis sebelum sampai di puncak, maka kami putuskan untuk mencari perlindungan saja ketimbang langsung turun. Ah...Seandainya tubuh ini sudah beradaptasi seperti saat ini, tentu kejadian demikian tidak akan pernah terjadi. 

Selamat datang Autum. Kehadiranmu pertanda sudah satu putaran penuh musim telah kulewati di negeri Pangeran Charles ini. Banyak peristiwa telah dialami dan sayang untuk dilewatkan. Melalui blog ini, akan ku tumpahkan segala kenanganku akan ide-ide yang muncul, keluargaku dan pengalaman-pengalamanku selama bertualang di United Kingdom ini.