http://www.guy-sports.com/funny/doctor_cartoon.htm |
Di sebuah ruangan praktek pribadinya, seorang dokter tengah melayani pasien-pasiennya. Dengan penuh rasa prihatin, dia coba mengobati pasien-pasien yang datang. Kadang pasien datang dengan tergesa-gesa dan sedikit menghardik agar segera ditangani. Si dokter tidak dapat melayani pasien dengan saksama karena pasien lainnya semakin tidak sabaran. Setelah mendapat perawatan dan resep obat, mulut si dokter tercekat. Tak sanggup menyebutkan berapa biaya yang hendak dikenakan. Di satu sisi memang berhak menerima imbalan jasa dengan jumlah tertentu, namun di sisi lain, kasihan melihat penderitaan pasien. Sudahlah miskin, sakit-sakitan pula...masa dimintai uang jasa pula. Akhirnya, ya sudahlah...tebus biaya obat saja...semoga jasa yang sudah diberikan dibayar oleh Allah dengan yang lebih baik. Ketika pulang dari tempat praktek, badan sudah capek...namun tetap bergembira menemui keluarga yang sudah menanti dengan penuh harap. Alhamdulillah, hari ini masih ada rezeki walaupun tidak seperti yang dibayangkan orang.
Baru saja hendak menyandarkan badan untuk istirahat, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu...meminta segera dibantu, untuk ringankan penderitaannya. Kadang meminta datang ke rumah karena si pasien kesulitan untuk jalan. Kadang ada juga yang kurang pengertian...dini hari masih juga 'mangguguah' pintu dengan keras dan tidak berhenti sampai pintu di buka. Dengan cemas si dokter membuka pintu,...sedemikian parahkah sakit ini pasien? Ketika diperiksa, ternyata hanya batuk flu biasa...ah kalau begini kenapa tidak tunggu sampai pagi saja? Atau kalau memang darurat kenapa tidak langsung ke UGD rumah sakit saja? Oh...tidak mampu (atau tidak mau) membayar administrasikah? Atau memang lebih percaya si dokter yang mengobatinya?
Rasa kasihan terhadap pasien, kadang membuatnya tidak tega untuk meresepkan obat paten yang lebih mahal. Tapi apa kata pasien? Ah...si dokter ini masak kita cuma dikasih yang beginian? Ketika diberi obat yang lebih mahal, katanya ah...ini dokter bayarannya mahal amat. Hari-harinya terus dibayangi oleh ancaman dan tuduhan mal praktek...Rasanya tidak adil jika hanya dokter saja yang diancam dengan undang-undang tersebut, sementara profesi lain yang juga melakukan praktek pengobatan tidak.
Benarkah dokter selalu kaya? Sama seperti profesi lain, dokter bisa kaya tapi bisa pula tidak kaya. Tapi entah kenapa kebanyakan orang selalu berpikir bahwa dokter pasti kaya. Uang mengalir terus dari tempat prakteknya. Padahal kalau mau jujur...ada banyak dokter yang hidup sederhana. Tapi itulah kita...kita tidak bisa menerima jika ada dokter yang hidup sederhana. Bahkan para peminta-minta pun merasa di dzolimi jika tidak mendapat apapun ketika mengetuk pintu rumah sang dokter. Belum lagi para agen-agen pemasaran produk dan juga para penipu dan penjahat.
Semakin makmur penampilan dokter, semakin ia dipercaya. Semakin mahal bayaran seorang dokter semakin banyak yang datang. Sugesti dalam diri pasien, meskipun kandungan obatnya sama, tapi kalau yang memberikan adalah si dokter Anu pasti manjur...karena kan harganya lebih mahal :-) Ternyata kitalah yang telah membuat prototipe seorang dokter.
Saya semakin mengappresiasi kerja dokter di Indonesia setelah mengalami beberapa kali mencari layanan kesehatan di Inggris. Ternyata dokter di Indonesia cepat tanggap...jarang pasien menunggu lama. Dokter Indonesia serba bisa...dan lebih pintar dalam menganalisis penyakit. Ini menurut saya lho ya...soalnya, kalau di Inggris, kadang kita mesti dirujuk berkali-kali dulu sebelum mendapatkan perawatan.
Saya pernah membawa istri ke dokter. Ketika istri sakit...sangat sakit sekali...pinginnya hari itu juga diperiksa dokter dan diberi obat...tapi ternyata tidak bisa...kami mesti membuat 'appointment' dulu. Alangkah terkejutnya kami karena 'appointment' yang diperoleh masih dua minggu lagi. Artinya istri mesti menanggung sakit selama dua minggu ke depan, baru bisa bertemu dokter. Karena sakitnya perlu pemeriksanaan labor, maka kamipun diminta untuk menunggu surat panggilan labor di rumah. Surat itu ternyata baru datang sebulan kemudian dan jadwal pemeriksaan labornya adalah bulan berikutnya. Lagi-lagi kami mesti menunggu. Lho...kenapa tidak datang saja ke rumah sakit dan bayar? Sayang sekali...tidak ada prosedur demikian di Inggris.
Lain lagi pengalaman seorang teman...ketika surat appointmentnya sampai dia sudah tidak sakit lagi dan sudah lupa bahwa pernah meminta appointment. Sempat terpikir...Apakah hal ini hanya terjadi pada pendatang? Ternyata tidak juga.
Sekali waktu, anak kami menderita luka dibagian kepala. Luka robek itu terus-menerus mengucurkan darah. Kamipun segera membawanya ke bagian gawat darurat. Kami mendaftar sekitar pukul 6 sore. Harapan kami anak kami segera mendapat pertolongan dan aliran darahnya segera bisa dihentikan. Alangkah kecewanya kami...karena anak kami baru bisa mendapat layanan pada pukul 11.30 malam. Praktis sejak pukul 6 sore sampai pukul 11.30 itu kegiatan kami hanya menunggu dan menunggu. Bahkan anak kami tersebut sempat tertidur di kursi tunggu...Ingin marah rasanya...tapi semua orang juga begitu...menunggu. Semua juga menderita sakit yang perlu penanganan cepat...namun tetap menanti dengan sabar sampai gilirannya. Ah...coba kalau hal begini di alami di Indonesia...pastilah terbang kursi-kursi diruang tamu itu oleh kaki.
Sakit batuk/ingusan...jangan harap mendapatkan perawatan lebih. Alih-alih di kasih anti biotik...malahan disuruh diam di rumah agar tidak menulari orang lain...Obatnya? Cukup paracetamol saja. Tidak peduli...walau butuh berminggu-minggu untuk sembuh.
Mengingat hal ini...ketika menderita sakit..ingin rasanya segera kembali ke tanah air agar bisa segera di obati. Tak dilayani di rumah sakit pemerintah, pergi ke rumah sakit swasta. Kurang puas juga, bisa temui spesialis manapun. Bahkan jenis perawatan dan pemeriksaan laborpun bisa di order...Sakit yang kalau melihat kondisinya, sebenarnya tidak membutuhkan rawat inap...tetap bisa diinapkan asal...
Semoga para dokter tetap menjaga keikhlasannya dalam menjalani profesinya.
No comments:
Post a Comment