Masih terbayang jelas diingatanku, saat itu, ketika semua sudah berkumpul di luar dan siap-siap berangkat, anakku Syauqi kembali lagi masuk ke dalam rumah. Aku yakin dia melakukan itu untuk melepaskan semua beban beratnya berpisah. Dia ingin menikmati rumah itu untuk terakhir kalinya sambil mengingat kalau-kalau ada sesuatu yang terlupa. Setelah itu dia duduk termenung sendiri di depan pintu. aku sempat mengabadikannya melalui kamera.
Di perjalanan, Syauqi sempat berkata bahwa dia tidak tega meninggalkan ku dan mengusulkan diri untuk ikut tinggal bersama ku. Apalagi ketika dia tahu bahwa aku akan pindah ke kos-an baru yang berlokasi di sebelah sebuah restoran take-away. Mungkin dia tahu aku tidak bisa memasak, jadi kalau ada take-away, aku tidak perlu pusing memikirkan makanan dia jika tinggal bersamaku.
Kesedihan yang sama juga menggelayuti Nada dan istriku. Sebagai anak perempuan, Nada lebih ekspresif dalam menyampaikan perasaannya. Dia menangis tersedu dan memelukku erat. Istriku terlihat lebih bisa menguasai diri, tidak ingin terlihat sedih di depan anak-anak. Walau ku tahu pasti apa yang sedang berkecamuk di relung hatinya. Semua nampak begitu berat untuk meninggalkanku serta kota kecil sudah kami tempati selama lebih kurang tiga tahun belakangan.
Kami sebenarnya tidak ingin ada yang mengantar, sehingga kami bisa menikmati kebersamaan kami di waktu yang masih tersisa. Namun kami juga tidak sanggup menolak kehadiran teman-teman yang datang langsung ke bandara maupun yang menyediakan mobil mereka untuk mengantar kami ke bandara. Aku membiarkan istri dan anak-anak melepaskan beban perpisahannya dengan teman-temannya sambil pura-pura kuat menerima perpisahan tersebut. Aku terus mencoba terlihat tabah, hingga waktunya istriku masuk ke ruang tunggu keberangkatan. Aku yakin karena galaunya sampai-sampai istri ku lupa berpamitan denganku. Begitu juga anakku Syauqi dan Nada masih menggandeng tanganku. Barangkali mereka lupa bahwa aku tidak bisa menyertai mereka. Ketika mereka hilang dari pandangan, saat itulah air mata ini runtuh. Aku berusaha menyembunyikannya, entah ada yang melihat aku tak tahu.
Hari-hari berikutnya adalah hari-hari sibuk ku membersihkan rumah. Kesedihan ditinggal keluarga seakan lenyap dengan banyaknya yang harus dikerjakan. Dalam tiga hari ini aku harus sudah selesai mengemasi barang-barang dan meninggalkan rumah dalam keadaan bersih seperti ketika pertama kali ditempati. Untungnya para saudara-saudari sesama Indonesia maupun dari Malaysia datang membantu.
Ya Allah, beri hamba dan keluarga hamba kesabaran dan ketabahan. Begitu berat ujian ini rasanya ya Allah, walau kami yakin ujian yang kami hadapi ini tidaklah seberat ujian yang ditimpakan kepada saudara-saudara kami yang lain. Ampunilah kami ya Allah. Berikanlah petunjuk dan hidayah-Mu kepada kami, mudahkanlah urusan kami sehingga kami bisa segera berkumpul kembali dan membina keluarga ini untuk selalu dekat dengan-Mu. Bantulah hamba dalam menyelesaikan tugas ini dengan baik sehingga berhasil meraih gelar PhD sebelum bulan July tahun ini, ya Allah. Ridhoilah semua aktifitas hamba dan aktifitas keluarga hamba. Amiin amiin ya Rabbal alamiin.
No comments:
Post a Comment