Dia
adalah professor pembimbing disertasi saya. Usianya sudah melebihi masa
pensiun. Sudah beberapa tahun ini dia tidak menerima gaji lagi dari negara
karena sudah pensiun. Namun kampus tetap masih membutuhkannya sehingga tetap memperpanjang
masa pengabdiannya atas biaya kampus. Saat ini, dia merupakan salah satu
professor terproduktif di group riset kami. Dia banyak mendatangkan proyek
dengan biaya besar ke universitas yang berimbas ke banyaknya publikasi. Tapi
bukan itu yang hendak saya tulis disini, juga bukan mengenai cara dia dalam
membimbing mahasiswanya. Ini adalah cerita langka yang tidak semua orang
mengapresiasi yakni kecintaannya pada pemeliharaan lingkungan.
Saat
itu group kami kedatangan tamu dari Indonesia. Karena saya adalah salah satu
mahasiswa asal Indonesia, maka saya pun diajak ikut serta dalam pertemuan. Saat
itu para peserta pertemuan disuguhi makan siang berupa burger, cake, buah, dan
jenis makanan standard lainnya. Selesai makan, si professor dengan aktif mengumpulkan
piring-piring yang diletakkan oleh para peserta di meja. Kemudian dia memilah
sampah makanan tersebut berdasarkan jenisnya: sampah organik, sampah yang bisa
di daur ulang dan sampah umum. Kemudian dia membawa dan memasukkan sampah
tersebut ke tong sampah yang bersesuaian yang tersedia dalam ruangan. Saat itu
saya pikir, mungkin dia sedang “mengajari” kami dan para tamu mengenai
bagaimana mereka (Inggris) memperlakukan sampah sehingga wajar saja dia mau
bersusah-susah mengumpulkan sampah padahal ada tenaga CS.
Pikiran
tersebut sedikit terbantahkan ketika pada suatu konferensi di kota lain,
kembali si professor mengumpulkan sampah-sampah dari para peserta. Padahal para
peserta adalah para dosen dari berbagai universitas termasuk yunior-yunior
beliau dan kami, mahasiswanya. Saya berusaha menolak dan menawarkan untuk
mengambil alih tugas mengumpulkan sampah tersebut. Namun dia bersikeras
sehingga saya harus mengalah. Para dosen yang lainpun membisikkan bahwa si prof
itu memang begitu, hobby mengumpulkan sampah.
Pernah
juga suatu kali ketika saya hendak menyampaikan materi pada sebuah seminar dan
beliau sebagai pembawa acara. Di ruangan terlihat beberapa kertas berserakan.
Tidak di sangka, si Prof pun membungkuk di sela-sela meja untuk mengumpulkan
sampah-sampah tersebut dengan tangannya sendiri kemudian memasukkannya ke tong
sampah. Anehnya yang lain hanya memperhatikan saja, tidak hendak membantu.
Di
ruangan kerja beliau, terdapat sebuah tong sampah biru yang biasa digunakan
untuk bahan-bahan yang bisa di daur ulang. Sekantong tutup botol plastic juga
terdapat disamping tong sampah tersebut. Sekretaris pribadinya pun hanya bias
geleng-geleng kepala melihat tindakan beliau itu.
Penasaran,
akhirnya saya pun menanyakan kepada beliau. Kenapa beliau senang mengumpulkan
sampah tersebut. Beliaupun menjawab, bahwa pekerjaan mengumpulkan dan
memisahkan sampah itu hanyalah pekerjaan kecil dan ringan saja, namun
manfaatnya untuk keberlangsungan alam ini sangat besar. Sayangnya banyak orang
yang tidak peduli. Sampah-sampah itu akan dibuang sembarangan dan tidak
terpisahkan antara yang organik, daur ulang dan sampah umum walaupun tong untuk
masing-masing jenis sampah sudah disediakan. Kalau kita tidak bertindak maka
lingkungan ini akan lebih cepat rusaknya.
Begitulah
keunikan dari professor ini. Padahal usianya sudah sangat tua dan beliau sangat
dihormati. Dia bisa saja meminta bantuan kami para mahasiswanya atau para dosen
yuniornya untuk melakukan yang diinginkannya. Toh sampah juga sampah kami,
sehingga tidaklah terlalu menjadi persoalan. Dia juga punya sekretaris yang
bisa dia mintai tolong, atau CS yang memang bertugas untuk itu. Tapi dia lebih
cenderung melakukannya sendiri sebagai salah satu kontribusinya menjaga
lingkungan. Bukan untuk dirinya karena dia sudah sangat tua, tapi untuk
generasi-generasi mendatang. Semoga ada hikmahnya.
Copas dari blog saya lainnya: http://staff.unand.ac.id/yosritzal/2013/04/20/professor-pengais-sampah/
No comments:
Post a Comment