Wednesday 13 June 2012

Menumbuhkan Minat Baca


Membaca kapan dan di manapun
Pendahuluan

Perintah pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah perintah membaca. Sebagai wahyu pertama turun, perintah ini menyiratkan betapa pentingnya membaca tersebut.


Sayangnya perintah membaca ini banyak terlupakan oleh ummat Islam masa kini. Tidak usah jauh-jauh. Lihat saja minat baca masyarakat Indonesia yang notabene adalah Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Jarang sekali kita melihat orang Indonesia yang menjadikan buku sebagai salah satu perlengkapan yang dibawa di samping kosmetik dan smartphone. Kebanyakan menyatakan tidak membawa buku karena berat dan tidak ada waktu untuk membaca.

Jika kita lihat teman-teman kita warga negara maju, umumnya mereka telah menjadikan buku sebagai bagian dari aktifitas harian. Kemanapun dan dimanapun, mereka selalu menyempatkan diri untuk membaca. Entah itu sekedar membaca surat kabar, majalah atau malah bacaan berat seperti handbook-handbook. Di terminal-terminal dengan mudah ditemukan toko-toko buku yang menjual buku novel murah namun tidak murahan. Buku-buku tersebut merupakan buku best seller yang setelah dipakai kemudian disumbangkan ke charity untuk kemudian dijual lagi dengan harga yang jauh lebih rendah. Di atas kereta atau bus, orang-orang ini selalu disibukkan dengan kegiatan membaca.

Tablet untuk membaca e-book
Kemajuan teknologi digital saat ini semakin mempermudah kegiatan baca ini. Dengan berat yang hanya berkisar setengah kilogram, e-book reader mampu membawa ratusan bahkan ribuan buku. Jika sudah begini, tentunya berat buku sudah tidak bisa dijadikan alasan bukan? Alat ini bahkan juga bisa memutar musik dan video. Integrasi multimedia ini membantu orang bisa membaca sambil tetap menikmati alunan nasyid.

Riset yang penulis lakukan di Inggris menunjukkan bahwa hampir 60% pelaku perjalanan dengan kereta api di Inggris mengaku membaca buku, majalah dan surat kabar adalah kegiatan utama mereka selama perjalanan. Beberapa di antaranya membaca melalui e-book dan komputer tablet.

Kebiasaan tak mengenal batas usia
Kenapa budaya baca ini bisa begitu kuat di masyarakat Inggris?

Tidak mudah untuk menjawabnya karena pastilah budaya baca ini terlahir dari sistem yang kompleks. Mulai dari kurikulum pendidikan dasar, fasilitas, tradisi ilmiah, sejarah bangsa, dan program-program pendukung dari setiap lembaga baik pemerintah maupun swasta.

Sejak di bangku sekolah dasar, anak-anak sudah diajar dengan kurikulum yang membuat mereka terpacu untuk mencari ilmu. Dengan tanpa menekan, anak-anak didorong untuk menamatkan satu buku perhari. Ada daftar target buku yang diharapkan sudah terbaca oleh anak-anak pada setiap level kelas. Meski demikian, anak diberi keleluasaan dalam menentukan kecepatan bacanya. Kemajuan baca anak-anak ini selalu dilaporkan kepada orang tua dalam pertemuan khusus guru dan orang tua murid.

Jumpa penulis buku terkenal
Anak-anak tidak disuapi dengan ilmu hafalan melainkan diberi tantangan untuk menunjukkan dan sharing pengetahuan yang mereka peroleh dari sumber-sumber yang tersedia. Hal ini tentu jauh berbeda dengan kurikulum pendidikan di kita di mana guru masih menjadi sumber utama ilmu. Kalaupun program student center learning digulirkan, tetap saja murid-murid masih tergantung pada ilmu yang diajarkan guru. Hal ini berpotensi memperburuk hasil pembelajaran. Apa jadinya jika di saat guru-guru mengurangi peran dan dominasinya, murid tidak aktif atau terkendala dalam mengakses sumber ilmu yang lain.

Koleksi perpustakaan yang lengkap
Di Inggris, perpustakaan-perpustakaan umum tersebar diberbagai tempat dan bisa diakses dengan berjalan kaki.  Layanan peminjaman atau pengembalian buku dilakukan secara mandiri melalui mesin. Staf-staf yang ramah juga ada dan selalu siap membantu.

Koleksi perpustakaan sangat lengkap. Buku dan media audio visual tersedia diperpustakaan dan dapat dipinjam secara cuma-cuma. Jika suatu buku yang diinginkan belum tersedia, maka dapat dipesan dari perpustakaan tetangga. Di perpustakaan tersebut, buku-buku kuno zaman pertengahan masih bisa ditemukan dan semua terawat dengan rapi.

Peranan Islam dalam perkembangan ilmu dan teknologi
Hal ini menguatkan fakta bahwa Inggris merupakan salah satu negara dengan tradisi ilmu yang sangat kental. Sejarah menunjukkan bahwa pada saat dunia barat sedang mengalami masa kegelapan, dunia Islam justru mengalami kemajuan besar di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan di dunia Islam inilah yang kemudian mampu memberikan pencerahan-pencerahan ke dunia barat sehingga munculnya gerakan “reneisance”. Banyak tokoh-tokoh eropa yang belajar ilmu pengetahuan di pusat-pusat pendidikan di bawah Daulah Umayah di Andalusia. Tokoh-tokoh ini kemudian menterjemahkan literatur-literatur berbahasa Arab kedalam bahasa Inggris.

Setelah mengalami masa kegelapan, bangsa Inggris bangkit dengan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologinya yang akhirnya menjadikannya sebagai negara imperialis terbesar yang kekuasaannya mencakup sebagian besar wilayah dunia. Universitas Oxford dan Cambridge sebagai universitas tertua hingga saat ini masih bertengger sebagai universitas top dunia.

Tradisi ilmu tersebut diwariskan secara turun-temurun hingga saat sekarang. Semangat belajar yang tinggi ini juga disokong melalui program khusus oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta. Program-program semacam “Reading Group” di adakan di banyak tempat termasuk di perpustakaan-perpustakaan daerah. Kegiatan tersebut dikelola secara serius namun menyenangkan. Peserta berkesempatan membaca dan mereview buku baru, memiliki buku baru secara gratis dan bertemu dengan pengarang-pengarang buku terkenal secara berkala.

Membiasakan membawa buku kemana-mana
Bagaimana dengan Indonesia?

Melihat kondisi negara dan masyarakat Indonesia, menurut saya faktor-faktor di atas bukanlah hal yang mustahil untuk dimiliki. Sejarah bangsa kita menunjukkan bahwa pendiri dan pemimpin negara ini merupakan pembelajar yang aktif dan rajin membaca. Bung Hatta punya koleksi buku yang sangat banyak dan menjadi warisan yang sangat berharga. Begitu juga dengan H. Agus Salim, M. Natsir dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka adalah tokoh-tokoh yang haus ilmu.

Kadang-kadang buku referensi menjadi bacaan yang menyenangkan juga
Budaya baca dikalangan anak-anak kitapun sebenarnya cukup tinggi. Hal ini terbukti dnegan diserbunya rumah-rumah baca oleh anak-anak di beberapa tempat. Meskipun dengan fasilitas seadanya, rumah baca ini cukup membantu menyalurkan dan memelihara semangat baca anak-anak. Bahkan beberapa waktu yang lalu, media-media sosial sempat dihebohkan oleh kegiatan seorang guru yang berinisiatif menggunakan becak sebagai pustaka keliling. Semangat baca yang cukup tinggi ini mesti difasilitasi supaya terus membudaya dan bertahan hingga dewasa.

Caranya adalah dengan meningkatkan dukungan fasilitas dan program dari pemerintah, serta meningkatkan peran lembaga non-pemerintah. Peningkatan fasilitas perpustakaan mestilah masuk dalam prioritas program pemerintah. Sistem pendidikan kita yang masih belum mendukung tumbuhnya semangat baca perlu disempurnakan. Kalau perlu, program baca satu buku perhari bagi anak-anak juga diterapkan di Indonesia.
Anak-anak yang saat ini masih cenderung diberikan satu buku wajib untuk dihafal, perlahan-lahan mesti diarahkan untuk secara bebas mengeksplorasi ilmu yang terkait dari berbagai sumber. Guru-guru pun juga hendaknya menyiapkan diri untuk menyikapi kemungkinan cara pandang yang berbeda dari murid-muridnya.

Menikmati suasana summer dengan membaca
Memang untuk beberapa daerah, sudah ada program seperti ini. Namun keteledoran dalam distribusi dan pengawasan serta media yang kurang kritis (kurang ceck and re-check) membuat buku menjadi hal yang menakutkan bagi orang tua dan  siswa itu sendiri. Beberapa hari yang lalu misalnya, tersiar kabar di berbagai media bahwa di Propinsi Jawa Barat, buku porno dibagikan ke sekolah-sekolah dasar. Namun kemudian berita tersebut dibantah oleh pihak-pihak yang mengerti kondisi yang terjadi. Ternyata buku tersebut bukanlah buku porno, melainkan buku yang penuh dengan hikmah. Tidak ada sesuatu yang salah dalam buku tersebut. Yang salah adalah penyebaran buku tersebut oleh pihak terkait ke sekolah dasar, padahal segmen yang dituju oleh penulisnya adalah remaja.

Selain melengkapi kurikulum, fasilitas dan program pemerintah, diperlukan juga suatu gerakan bersama dan terus menerus untuk memkampanyekan budaya baca ini. Seperti yang dilakukan di Amerika Serikat dimana sekolah-sekolah berlomba membuat tarian dan nyanyian yang berisi himbauan untuk membaca dalam program “Don’t stop reading”. Flashmop yang melibatkan ribuan orang sedang membaca buku di taman umum juga merupakan salah satu kampanye positif untuk gerakan baca ini. Seluruh lembaga baik pemerintah maupun swasta, kelompok-kelompok penerbit, asosiasi-asosiasi penulis dan pihak lainnya hendaknya terus menularkan semangat baca ini melalui kampanye-kampanye kreatif. Semoga kedepannya bangsa kita menjadi bangsa pembelajar dengan minat baca yang tinggi.

Kompak membaca buku


Newcastle Upon Tyne, 13 Mei 2012
Yosritzal

No comments:

Post a Comment